Mengenai Saya

Foto saya
Samarinda, Kalimantan Timur, Indonesia
low profil and kritis

Sabtu, 19 Februari 2011

Surat Gugatan utang piutang

Perihal : Gugatan Utang Piutang 
Samarinda, 10 Januari 2011
 
 
Kepada Yth,
Ketua Pengadilan Negeri Samarinda
Di –
Samarinda

Dengan Hormat,
Yang bertanda tanggan dibawah ini, 
Saya:Alfiat Nugraha, SH. Berkantor di Jl. Danau maninjau no 5. Kel. Sungai Pinang Luar kota Samarinda, berdasarkan surat kuasa tertanggal 5 Januari 2011, terlampir, bertindak untuk dan atas nama ...................., bertempat tinggal Jl. .................................................................., Kota Samarinda, dalam hal ini telah memilih tempat kediaman hukum (domisili) di kantor kuasanya tersebut diatas, hendak menandatanggani dan memajukan surat gugatan ini, selanjutnya akan disebut sebagai PENGGUGAT.

Adapun dalil-dalil Gugatan Penggugat adalah sebagai berikut :
Bahwa Tergugat pada tanggal 08 Septeber 2010 meminjam uang kepada penggugat sebesar Rp. 200.000.000,-(dua ratus juta rupiah) selama 2(dua) tahun dengan perjanjian diatas materai.(P1)
Bahwa dalam perjanjian tersebut pengguagat berjanji akan memberi keuntungan/ bunga Rp.1.000.000,-(satu juta rupiah) per bulan kepada tergugat.
Bahwa pembayaran utang beserta bunganya dibayar sekaligus sebesar:
- Utang Pokok = Rp. 200.000.000,-(dua ratus juta rupiah)
- Bunga/keuntungan = Rp. 1.000.000,- x 24 bln = Rp 24.000.000,-(dua puluh juta rupiah)
- Jumlah = Rp. 200.000.000,- + Rp. 24.000.000,-
= Rp. 224.000.000,- (dua ratus dua puluh empat juta rupiah rupiah)
Sehingga pengguat harus membayar Rp. 224.000.000,- ( dua ratus dua puluh empat juta rupiah) kepada tergugat.
Bahwa setelah jatuh tempo penggugat harus membayar uang beserta bunganya terhadap penggugat.
Bahwa penggugat memberikan kuasa untuk memiliki dan menjual kepada pihak lain sertifikat Hak Milik Tanah N0.09 Tahun 1985, GS. No. 1438/1985 atas nama penggugat kepada tergugat yang dibuat dikantor Notaris ,............................ SH.(P2)
Bahwa dalam perjanjian tanggal 08 September 2010 jika tergugat tidak dapat membayar utang maka tergugat dapat menjual jaminan SHM tanah penggugat.
Bahwa pada tanggal 15 September 2010 pembeli SHM atas nama penggugat memberitahukan kepada penggugat bahwa tanah tersebut dibeli dengan harga Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dibuktikan dengan poto copy kuitansi pembayaran tersebut. (P3)
Bahwa pada tanggal 16 September 2010 penggugat menandatangani tergugat untuk menanyakan sisa hasil penjualan SHM atas tanah yang dikurangi utang dan bunga, tetapi tergugat mengelak bahwa tidak ada sisa hasil penjualan SHM tersebut.
Bahwa tergugat tidak memberikan sisa uang dari penjualan atas jaminan SHM peggugat yaitu sebesar Rp. 76.000.000,- (tujuh puluh enam juta rupiah) sampai saat ini.
Bahwa akibat itikat tidak baik dari tergugat menimbulkan kerugian materil dan inmateril, karena penggugat tidak mendapatkan sisa dari keuntungan penjualan tanah tersebut.
Berdasarkan hal-hal yang telah diurai diatas, maka kami untuk dan atas nama penggugat mohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenaan untuk memberikan putusan sebagai berikut:


PRIMAIR:
Menerima dan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya.
Menghukum tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsoom) sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) setiap harinya apabila tergugat lalai menjalankan isi putusan.
menghukum tergugat untuk membayar kerugian materil yaitu sisa hasil penjualan tanah penggugat yang besar harga penjualan tanah dikurangi jumlah utang dan keuntungan selama 2 tahun Rp. 300.000.000 – Rp. 224.000.000 = Rp. 76.000.000,-
Menghukum tergugat untuk membayar seluruh biaya yang timbul dari perkara ini.


SUBSIDAIR: Bila hakim berpedapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex acequo et bono).
Demikian gugatan ini kami ajukan, atas perhatian Majelis Hakim yang terhormat Kami ucapkan terima kasih.


Hormat Kuasa Pengguagat



( Alfiat Nugraha, SH )

Jumat, 18 Februari 2011

PENAHANAN TERSANGKA PERKARA PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN

Dalam suatu perkara perbuatan yang tidak menyenangkan sebagaimana diatur Pasal 335 ayat (1) KUHPidana dapat dilakukan penahanan meskipun ancaman hukumannya paling lama 1 (satu) tahun. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (4) huruf (b) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Kualifikasi penahanan seorang tersangka dalam dalam perkara perbuatan tidak menyenangkan tetap mengacu pada suatu alasan hukum seperti diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Dalam surat perintah penahanannya, instansi yang berkepentingan (penyidik, penuntut umum atau hakim) harus menyebutkan alasan penahanannya. Tanpa penyebutan alasan penahanan, maka penahanan yang dilakukan adalah cacat hukum dan dapat dipraperadilankan.

Dalam praktek hukum, seorang tersangka dalam perkara perbuatan tidak menyenangkan umumnya tidak dilakukan penahanan. Praktek umum ini tidak berarti menyampingkan kewenangan penahanan yang ada pada masing-masing instansi aparatur penegak hukum (penyidik, penuntut umum atau hakim) sebagaimana diatur Pasal 20 KUHAP. Artinya, pada waktu tingkat penyidikan, bisa saja si tersangka tidak dilakukan penahanan namun kemudian di tingkan penuntutan, penuntut umum melakukan penahanan. Kesemuanya itu tergantung pada kondisi “kepentingan” instansi yang mengeluarkan perintah penahanan dimaksud. Adalah suatu hal yang tidak dapat dipungkiri, “Terkesan” bahwa sifat “kepentingan untuk melakukan penahanan” merupakan sifat yang sangat subjektif yang diukur berdasarkan “kewenangan” yang bersifat subjektif pula. Karena bersifat subjektif pada akhirnya banyak perintah-perintah penahanan dikeluarkan yang tidak sesuai dengan alasan-alasan penahanan sebagaimana dimaksud dan diatur Pasal 21 ayat (1) KUHAP.

Untuk mengukur apakah perintah penahanan itu bersifat subjektif atau tidak, umumnya dapat dilihat dalam surat perintah penahanan yang dikeluarkan instansi penegak hukum tersebut. Dalam surat perintah penahanan pada bagian pertimbangannya disebutkan beberapa alasan penahanan yang seharusnya alasan-alasan penahanan tersebut dipilih dan dicoret oleh penyidik atau penuntut umum yang mengeluarkan perintah penahanan dimaksud dengan mencocokkan alasan yang tersedia. Tanpa adanya pencoretan tersebut maka alasan penahan tersebut adalah alasan yang bersifat subjektif, entah itu subjektif dari si penyidik atau penuntut umum yang mengeluarkan surat perintah penahanan dimaksud atau subjektif yang merucut pada “kesewenang-wenangan lembaga”.

Kembali pada konteks perbuatan pidana tidak menyenangkan yang diatur Pasal 335 ayat (1), sesungguhnya konteks perbuatan pidana yang diatur dalam pasal tersebut ada 2 hal yakni perbuatan melawan hak dan pemaksaan memaksa orang dengan penistaan lisan atau tulisan. Dengan memisahkan konteks perbuatan tidak menyenangkan tersebut maka akan didapat suatu jawaban apakah benar penahanan seorang tersangka dalam perkara pidana perbuatan tidak menyenangkan itu dilakukan atau diterbitkan atau dikeluarkan oleh penyidik atau penuntut umum. Tanpa adanya pemisahan konteks perbuatan si tersangka, maka jelas-jelas, jika si penyidik atau penuntut umum telah bertindak “subjektif yang tidak dapat dipertanggungjawabkan” mengeluarkan surat perintah penahanan yang cacat hukum.

Membuat LEGAL OPINION

Bagi seorang Advokat/ Pengacara � Penasihat Hukum atau bagi mereka yang bekerja di dunia hukum dalam mempelajari suatu kasus hukum membuat Legal Opinion (pendapat hukum) adalah suatu hal yang mutlak karena dengan legal opinion kita dapat menganalisis suatu perkara dengan cepat dalam hal waktu dan biaya tentunya.

Adapun prinsip praktis dari pembuatan legal opinion adalah untuk menjadi panduan taktis advokasi dalam suatu perkara hukum. Diharapkan dengan adanya legal opinion, langkah maupun pengembangan advokasi suatu perkara tidak akan terpancing permainan �pihak lawan� atau agar tidak terlalu mengembang keluar dari koridor hukum yang ada.


Sebagai panduan praktis sudah barang tentu kesempurnaan bukanlah tujuan utama. Ringkasnya, � wajar saja dalam pembuatan legal opinion ada kesalahahan analisa hukum atau penafsiran suatu pranata hukum. Hal ini dapat dimaklumi karena memang dinamika advokasi perkara hukum tidak dapat diprediksi secara tepat dan cepat. Dalam hal ini sudah seharusnya kita berdiskusi dengan mereka yang telah, pernah atau yang menguasai suatu perkara hukum. Ingat � ilmu hukum adalah ilmu sosial dimana selalu ada pendapat lain dalam suatu sudut pandang.


Walaupun demikian bukan berarti pula kita membuat legal opinion dengan asal-asalan terlebih-lebih dicampuri dengan logika pribadi. Sesuai dengan maksud dan tujuannya, legal opinion adalah penulisan pendapat seseorang atas suatu permasalahan hukum yang didasarkan pada aturan dan pranata hukum yang berlaku.


Penguasaan materi teori dan regulasi merupakan hal yang utama disamping juga penguasaan penafsiran pasal demi pasal hukum. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa tidak semua penjelasan dalam pasal hukum memuat kalimat penjelasan yang tepat dan ringkas. Terkadang si penyusun undang-undang menganggap sudah cukup bahwa kalimat dalam pasal hukum tidak perlu lagi dijelaskan dalam bagian penjelasan undang-undang.


Secara prinsip, suatu legal opinion sekurang-kurangnya harus memuat 5 w 1 h (what, where, who, when, why dan how). Yang keseluruhannya tertuang dalam 3 rangka tulisan, yakni :

a. Kronologis Kasus/ Perkara,


b.Legal Opinion (dalam rangka ini harus memuat prinsip-prinsip, teori atau regulasi yang terkait dengan perkara), dan


c. Solusi Hukum (rangka tulisan ini memuat rencana taktis advokasi perkara yang akan dilakukan).

Mudah kan ???

Tata cara Perceraian di Pengadilan Negeri/ Pengadilan Agama

Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan tentang bagaimana tata cara perceraian di Pengadilan Agama maupun di Pengadilan Negeri berikut disampaikan tata cara perceraian sebagaimana diatur dan ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR I TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN :



Pasal 14
Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut Agama Islam, yang akan menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada Pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasannya serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu.

Pasal 15
Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat yang dimaksud dalam pasal 14, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari memanggil pengirim surat dan juga isterinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud perceraian itu.

Pasal 16
Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam pasal 14 apabila memang terdapat alasan seperti yang dimaksud dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah ini, dan pengadilan berpendapat bahwa antara suami isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Pasal 17
Sesaat setelah dilakukan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam Pasal 16, Ketua Pengadilan membuat surat keterangan tentang terjadinya perceraian tersebut. Surat Keterangan itu dikirimkan kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian itu terjadi untuk diadakan pencatatan perceraian.

Pasal 18
Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan didepan sidang Pengadilan.

Pasal 19
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selarna 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang syah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
f. Antar suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Pasal 20
(1) Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
(2) Dalam hal kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.
(3) Dalam hal tergugat bertempat kediaman diluar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat. Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.

Pasal 21
(1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 19 huruf b, diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.
(2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diajukan setelah lampaui 2 (dua) tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah.
(3) Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali kerumah kediaman bersama.

Pasal 22
(1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 19 huruf f, diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman tergugat.
(2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami isteri itu.

Pasal 23
Gugatan perceraian karena alasan salah seorang dari suami isteri mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat sebagai dimaksud dalam Pasal 19 huruf c maka untuk rnendapatkan putusan perceraian sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan Pengadilan yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakaan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Pasal 24
(1) Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan Penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan. Pengadilan dapat mengizinkan suami isteri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah.
(2) Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan pengugat atau tergugat,
Pengadilan dapat:

a. Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami;
b. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak;
c. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang barang yang menjadi hak bersama suami isteri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak isteri.

Pasal 25
Gugatan perceraian gugur apabila suami atau isteri meninggal sebelum adanya putusan Pengadilan mengenai gugatan perceraian itu.

Pasal 26
(1) Setiap kali diadakan sidang Pengadilan yang memeriksa gugatan perceraian, baik penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka akan dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut.
(2) Bagi Pengadilan Negeri panggilan dilakukan oleh juru sita; bagi Pengadilan Agama panggilan dilakukan oleh Petugas yang ditunjuk oleh ketua Pengadilan Agama.
(3) Panggilan disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan. Apabila yang bersangkutan tidak dapat dijumpai, panggilan disampaikan melalui Lurah atau yang dipersamakan dengan itu.
(4) Panggilan sebagai dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dan disampaikan secara patut dan sudah diterima oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum sidang dibuka.
(5) Panggilan kepada tergugat dilampiri dengan salinan surat gugatan.

Pasal 27
(1) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam pasal 20 ayat (2), panggilan dilakukan dengan cara menempelkan gugatan pada papan pengumuman di Pengadilan dan mengumumkannya melalui satu atau beberapa surat kabar atau mass media lain yang ditetapkan oleh Pengadilan.
(2) Pengumuman melalui surat kabar atau surat-surat kabar atau mass media tersebut ayat (1) dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua.
(3) Tenggang waktu antara panggilan terakhir sebagai dimaksud dalam ayat (2) dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.
(4) Dalam hal sudah dilakukan panggilan sebagai dimaksud dalam ayat (2) dan tercatat atau kuasanya tetap tidak hadir, gugatan diterima tanpa hadirnya tergugat, kecuali apabila gugatan itu tanpa hak atau tidak beralasan.

Pasal 28
Apabila tergugat berada dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) panggilan disampaikan melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.

Pasal 29
(1) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya berkas/surat gugatan perceraian.
(2) Dalam menetapkan waktu mengadakan sidang pemeriksaan gugatan perceraian perlu
diperhatikan tenggang waktu pemanggilan dan diterimanya panggilan tersebut oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka.
(3) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam pasal 20 ayat (3) sidang pemeriksaan gugatan perceraian ditetapkan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan perceraian pada Kepaniteraan Pengadilan.

Pasal 30
Pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian, suami dan isteri datang sendiri atau mewakilkan kepada kuasanya.

Pasal 31
(1) Hakim yang memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan kedua pihak.
(2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang perneriksaan.

Pasal 32
Apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru berdasarkan alasan atau alasan-alasan yang ada sebelum perdamaian dan telah diketahui oleh penggugat pada waktu dicapainya perdamaian.

Pasal 33
Apabila tidak dapat dicapai perdamaian, pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup.

Pasal 34
(1) Putusan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang terbuka.
(2) Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung sejak saat
pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh Pegawai Pencatat, kecuali bagi mereka yang beragama Islam terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.














Surat Kuasa

SURAT KUASA

Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama: (isi nama klien), Pekerjaan: (isi pekerjaan klien), beralamat (isi alamat klien -semakin detail lebih bagus-), selanjutnya disebut sebagai Pemberi Kuasa”
Dalam hal ini memilih tempat kediaman hukum (domisili) di kantor kuasanya tersebut di bawah ini dan menerangkan dengan ini memberi kuasa dan wewenang kepada :
  1. ……………(isi nama advokat)
  2. ……………(apa bila lebih dari satu advokat ditulislah  berurutan)
Para Advokat yang beralamat di kantor Hukum (isi nama kantor hukumnya), beralamat: (isi alamat kantor hukumnya), bertindak baik secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri, yang untuk selanjutnya disebut sebagai “Penerima Kuasa”
K H U S US
Bertindak mewakili untuk dan atas nama Pemberi Kuasa dalam hal (isi pokok masalah) ke pengadilan negeri (tulis pengadilan yang berwenang), beralamat: (tulis alamat pengadilan yang berwenang) terhadap: nama: (tuliskan namanya), pekerjaan: (isi pekerjaannya), beralamat: (isi alamatnya)
Untuk itu, Penerima Kuasa dikuasakan untuk membuat dan menandatangani surat - surat, menghadap instansi yang berwenang, melihat dan mempelajari berkas perkara, berita acara, meminta keterangan-keterangan, meminta penetapan-penetapan, putusan, dapat mengambil segala tindakan yang penting, perlu dan berguna sehubungan dengan menjalankan perkara, mempertahankan kepentingan Pemberi Kuasa, membalas perlawanan serta dapat mengerjakan sesuatu pekerjaan yang umumnya dapat dikerjakan oleh seorang kuasa guna kepentingan tersebut di atas. Dan selanjutnya mewakili pemberi kuasa untuk mengambil segala tindakan yang perlu bagi kepentingan pemberi kuasa sebagaimana lazimnya pekerjaan seorang Advokat , selanjutnya kuasa ini dengan tegas diberikan hak subsitusi dan hak retensi
Jakarta, ……., (isi tanggal, bulan dan tahun penandatanganan surat kuasa)
PE NER I M A  K U A S A                                                                            P E M B E R I  K U A S A
ttd                                   MATERAI Rp.6000                                                 ttd
(nama lengkap advokat)                                                                           (nama lengkap klien)

Sabtu, 12 Februari 2011

Gugatan Perdata ( Perbuatan Melawan Hukum ) Kasus Tanah


Kepada Yth.
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Surakarta
Di Jl. Rupawan No. 1, Surakarta

No. 8845/FS/V/2008
Perihal : Gugatan Perbuatan Melawan Hukum

Pengugat
dr. Ahmad Banya Banyau
Bujang Jang Ujang Jangpang, S.E., M.M.
Citra Pariwara Wawancara, S.Sos.
Danang Pemenang, S.H.
----------------------------------------------------------------------
Melawan
----------------------------------------------------------------------
Tergugat
BPN
Perseroan Dagang Loan & Co
Turut Tergugat
PT Pertamija
Departemen Keuangan RI



Yang bertandatangan di bawah ini:------------------------------------------------------------------
1. Prof. Mr. Fernandes Raja Saor, S.H., LL.M. J.D.----------------------------------------
2. Yomi PYD, S.H., LL.M----------------------------------------------------------------------
3. Nadya Eva, S.H., LL.M----------------------------------------------------------------------
4. Dilla Putri Maharani, S.H., LL.M----------------------------------------------------------
5. Primayvira Ribka, S.H., LL.M--------------------------------------------------------------
6. Dian Juniar, S.H., LL.M---------------------------------------------------------------------
7. Corrie Adelina, S.H., LL.M-----------------------------------------------------------------
8. Lia Trejsnawati, S.H., LL.M----------------------------------------------------------------

Secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama, Advokat di FERNANDES & PARTNERS, beralamat di Gedung Saor Universal Tower Lantai 31 & 32, Jalan Gotot Subroto Kav. 33, Jakarta 10232, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 23/SK/XII/Pdt/FYNDPDCL/2008 tanggal 5 Januari 2008, bertindak untuk dan atas nama:
∞ dr. Ahmad Banya Banyau bertempat tinggal di Jalan Kebembem V No. 10 Depok, selanjutnya disebut sebagai PENGGUGAT I
∞ Bujang Jang Ujang Jangpang, S.E., M.M bertempat tinggal di Jl. Samurai IV Nomor 5 Pondok Indah Jakarta Selatan, selanjutnya disebut sebagai PENGGUGAT II
∞ Citra Pariwara Wawancara, S.Sos. bertempat tinggal di Jl. Bunga Mawar No.7 Rt 02 Rw.01 jakarta Timur, selanjutnya disebut sebagai PENGGUGAT III
∞ Danang Pemenang, S.H. Jalan Perdamaian IX No.37 Jakpus, selanjutnya disebut sebagai PENGGUGAT IV
PENGGUGGAT I, II, III, dan IV bersama ini mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum dan mohon sita jaminan terhadap :

• PEMERINTAH R.I. Cq. MENTERI AGRARIA Cq. KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL Cq. KAKANWIL BADAN PERTANAHAN NASIONAL JAWA TENGAH Cq. KEPALA KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL SURAKARTA, berkedudukan di Jalan Tresnojoyo No. 4 Surakarta, selanjutnya disebut TERGUGAT I;

• Perseroan Dagang LOAN & CO, berkedudukan di Jl. Kesatria VIII No.7 Surakarta, selanjutnya disebut TERGUGAT II
Serta

• PT PERTAMIJA : berkedudukan di Jalan Pertanian I No. 22 Jakarta Selatan, selanjutnya disebut sebagai TURUT TERGUGAT I

• PEMERINTAH RI qq. DEPARTEMEN KEUANGAN RI, berkedudukan di Jalan Merdeka Barat Kav 2 Jakarta Pusat, selanjutnya disebut Turut Tergugat II

Adapun alasan-alasan dan keadaan hukum yang menjadi DASAR GUGATAN ini adalah sebagai berikut:

Bahwa Para Penggugat adalah ahli waris dari Nyonya Oewij Wijen berdasarkan Surat Wasiat atas nama Nyonya Oewij Wijen yang secara sah terbuka pada tanggal 5 Desember 2000 (vide Salinan Akta Penetapan dan Pembagian Warisan Nomor: 116/APW/1992/PA.SR tanggal 5-12-2000).

Bahwa Harta Warisan Alm. Nyonya Oewij Wijen salah satunya ialah sebuah Tanah adat Petuk C 176 Persil 4 b Blok D III Kecamatan Jebres, Surakarta atas tanah seluas ± 15.000 meter² berdasarkan Petuk Nomor 567, yang kini dimiliki secara sah oleh Para Penggugat berdasarkan Pasal 584 Kitab Undang-undang Hukum Perdata:
“Hak milik atas suatu barang tidak dapat diperoleh selain dengan pengambilan untuk dimiliki, dengan perlekatan, dengan kedaluwarsa, dengan pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dan dengan penunjukan atau penyerahan berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk pemindahan hak milik, yang dilakukan oleh orang yang berhak untuk berbuat terhadap barang itu.”

Bahwa secara de facto dan yuridis tanggal 16 Juni 1946 terbentuk Pemerintah Daerah Kota Surakarta yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan penetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor 16/SD, sehingga Solo berubah nama menjadi Surakarta.

Bahwa pada tanggal 14 Januari 1950 Nyonya Oewij Wijen mendapatkan Petuk Nomor 567 dari Kepala Desa Sewu, Kecamatan Jebres, Solo, H. Wahyuno Tresnojoyo atas pembayaran pajak tanah Petuk C 176 Persil 4 b Blok D III Kecamatan Jebres, Surakarta seluas ± 15.000 meter² yang selama ini dimilikinya dengan batas-batas sebagai berikut:
Utara : Tanah milik Aling
Selatan : Jalan Raya Berem Solo
Barat : Tanah milik Ko Asiong
Timur : Tanah berupa Sawah milik Nyonya Lintang
Bahwa pada bulan Juni 1951 Nyonya Oewij Wijen yang merupakan pewaris dari PARA PENGGUGAT melimpahkan wewenang dengan delegasi atas tanah petuk milik para Penggugat digarap oleh H. Mustafa Arabia berdasarkan Surat Kuasa (terlampir) untuk mengusahakan pertanian di atas tanah Petuk dengan padi serta palawija serta hasilnya selalu dijual ke Pasar Tradisional Lawang Sewu, menyetorkan hasil keuntungan bersih secara bagi hasil 75% untuk Nyonya Oewij Wijen dan 25% untuk H. Mustafa Arabia.

Bahwa pada tanggal 1 Mei 1982, Nyonya Oewij Wijen meminjam uang sebesar Rp 560.000,00 dengan bunga 2 % tiap bulan berdasarkan Akta Perjanjian Hutang No. 920/PH/V/1982 untuk membangun sebuah rumah diatas tanah petuknya kepada TERGUGAT II diwakili Erick Van Goeh sebagai sekutu yang bertanggungjawab kepada pihak ketiga serta mewakili TERGUGAT II didalam dan diluar pengadilan berdasarkan AD TERGUGAT II (P-2).

Bahwa Nyonya Oewij Wijen menjaminkan dengan hipotik tanah petuknya dan menyerahkan salinan Petuk Nomor 567 kepada Erick Van Goeh sebagai jaminan atas Perjanjian Pinjaman berdasarkan Akta Penjaminan Pelunasan Pembayaran No. 921/JP/V/1982 tertanggal 1 Mei 1982.


Bahwa pada tanggal 1 September 1982, Nyonya Oewij Wijen telah melunasi utangnya berserta bunga 2 % sebulan kepada Erick Van Goeh di hadapan Kingo Saoro, S.N., Notaris di Surakarta dibawah Akta Pelunasan Hutang No.693/L-82.

Bahwa di sekitar akhir tahun 1983, tanpa sepengetahuan, tanpa hak dan tanpa seizin Nyonya Oewij Wijen, Erick Van Goeh dengan persetujuan Tergugat II telah mengajukan permohonan pendaftaran Hak Guna Bangunan atas tanah Petuk Nomor 567 kepada Tergugat I secara melawan hukum, dengan menyertakan Salinan petuk Nomor 567, serta Akta Perjanjian Hutang No. 940/PH/V/1983 tertanggal 19 Oktober 1983 dengan Akta Penjaminan Pelunasan Pembayaran No. 941/JP/V/tertanggal 19 Oktober 1983 yang menyatakan jika Nyonya Oewij Wijen tidak dapat melunasi utangnya, ia dengan sukarela mengizinkan Eric Van Goeh memiliki Hak Guna Bangunan diatas tanah petuk Nomor 567.

Bahwa perbuatan TERGUGAT II tersebut telah menimbulkan kerugian bagi Nyonya Oewij Wijen dan Para Penggugat sebagai ahli warisnya yang sah sehingga termasuk Perbuatan Melawan Hukum berdasarkan pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata:
“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut.”

Bahwa Akta Perjanjian Hutang No. 940/PH/V/1983 dengan Akta Penjaminan Pelunasan Pembayaran No. 941/JP/V/1983 tertanggal 19 Oktober 1983 adalah palsu berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan oleh Laboratorium Kriminalitas No.1092/DF.2000 tanggal 25 November 2000 yang ditandatangani oleh Drs. Budi Arman Anizon dan Syahrial Nagur serta Dra. Kalentini dan diketahui oleh Drs. Billy HW.

Bahwa sesuai penelitian dan hasil berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan oleh Laboratorium Kriminalitas No.1092/DF.2000 tanggal 25 November 2000 yang ditandatangani oleh Drs. Budi Arman Anizon dan Syahrial Nagur serta Dra. Kalentini dan diketahui oleh Drs. Billy HW, Surat Perjanjian tersebut tidak pernah ada dan tanda tangan Ny. Oewij Wijen telah dipalsukan;

Bahwa pada 14 Desember 1983 TERGUGAT I telah menerbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 07/SOLO dan Gambar Situasi No. 192/5952/1982 atas nama Erick Van Goeh.

Bahwa tindakan hukum tergugat I tersebut telah melanggar Azas-Azas Umum Pemerintahan yang Baik terutama Azas kecermatan dan ketelitian atau hati-hati sebagaimana dimaksud Pasal 45 ayat (1) huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan menimbulkan kerugian bagi Ny. Oewij Wijen dan PARA PENGGUGAT sebagai ahli warisnya yang sah.
Bahwa Tergugat I telah melanggar Pasal 25 PP No. 1 tahun 1961 yang menyebutkan bahwa:
(1) Akta untuk memindahkan hak, memberikan hak baru, menggadaikan tanah, atau meminjamkan uang dengan tanggungan hak atas tanah yang belum dibukukan dibuat oleh pejabat jika kepadanya, dengan menyimpang dari ketentuan Pasal 22 ayat (1) sub. a diserahkan Surat Keterangan Kepala Kantor Pendaftaran Tanah yang menyatakan bahwa hak atas tanah itu belum mempunyai sertifikat atau sertifikat sementara. Di daerah-daerah kecamatan di luar kota tempat kedudukan Kepala Kantor Pendaftaran Tanah surat keterangan Kepala Kantor Pendaftaran Tanah tersebut dapat diganti dengan pernyataan yang memindahkan, memberikan, menggadaikan, atau menanggungkan hak itu, yang dikuatkan oleh Kepala Desa dan seorang anggota Pemerintah Desa yang bersangkutan. Selain surat-surat keterangan tersebut, kepada pejabat itu harus diserahkan pula :
a) Surat Bukti Hak dan keterangan kepala desa yang dikuatkan oleh asisten wedana yang membenarkan surat bukti hak itu.
b) Surat tanda bukti pembayaran biaya pendaftaran.
(2) Pembuatan akta yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini harus disaksikan oleh kepala desa dan seorang anggota pemerintah desa yang bersangkutan.
(3) Setelah menerima akta dan warkah lainnya yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, Kepala Kantor Pendaftaran Tanah membukukannya dalam daftar buku tanah yang bersangkutan.

Bahwa atas tindakan Tergugat I dalam menerbitkan sertifikat tanah sengketa kepada dan atas nama tanpa melalui prosedur undang-undang yang mengakibatkan timbulnya kerugian bagi PARA PENGGUGAT maka TERGUGAT I telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum.

Bahwa pada tanggal 1 Februari 1990, Tergugat II diwakili Erick Van Goeh dihadapan Notaris Rihanna, SH mengadakan perjanjian kredit dengan Bank Sertivia yang berjangka waktu 10 tahun, bunga 8% sebesar Rp 1.000.000,00 berdasarkan Akta Perjanjian Kredit No. 881/PJ/II/1990 dengan salah satu jaminan berupa sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 07/SOLO berdasarkan Akta Jaminan Perjanjian Kredit No. 882/PJ/II/1990.

Bahwa jaminan berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 07/SOLO dikeluarkan atas tanah Petuk C 176 Persil 4 b Blok D III Kecamatan Jebres, Surakarta seluas ± 15.000 meter², yang merupakan tanah Petuk Ny. Oewij Wijen.

Bahwa pada tanggal 25 Mei 1999, bersamaan dengan terjadinya krisis moneter di Iondonesia, Bank Sertivia termasuk dalam 52 bank beku operasi dan bank beku kegiatan usaha (BBO-BBKU) yang kemudian dilikuidasi dan seluruh asetnya diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan PP No. 25/1999 tentang likuidasi bank.

Bahwa pada tanggal 25 Mei 1999, TERGUGAT II belum melunasi hutang kreditnya atas Akta Perjanjian Kredit No. 881/PJ/II/1990.

Bahwa jaminan berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 07/SOLO atas tanah Petuk C 176 Persil 4 b Blok D III Kecamatan Jebres, Surakarta seluas ± 15.000 meter² termasuk asset yang diambil alih oleh BPPN. Hal ini berdasarkan Pasal 53 ayat (1) yaitu:
“Penanganan kredit Bank Dalam Penyehatan atau Aset Dalam Restrukturisasi dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan antara lain:
a. Pemantauan kredit;
b. Peninjauan ulang, pengubahan, pembatalan, pengakhiran dan atau penyempurnaan dokumen kredit dan jaminan;
c. Restrukturisasi kredit;
d. Penagihan piutang;
e. Penyertaan modal pada Debitur;
f. Memberikan jaminan atau penanggungan;
g. Pemberian atau penambahan fasilitas pembiayaan; dan atau
h. Penghapusbukuan piutang.”

Bahwa pada tanggal 1 Desember 1999, BPPN atas persetujuan TURUT TERGUGAT II, menyerahkan tanah Para PENGGUGAT kepada TURUT TERGUGAT I sebagai bentuk penyertaan modal dari pemerintah kepada TURUT TERGUGAT I.

Bahwa pada tanggal 5 Januari 2000, TERGUGAT I menerbitkan sertifikat HGU dengan No.10/SOLO atas nama TURUT TERGUGAT I yang diubah atas Hak Guna Bangunan Tanah petuk C 176 Persil 4 b Blok D III Kecamatan Jebres, Surakarta seluas ± 15.000 meter² atas nama Erick Van Goeh.

Bahwa PARA PENGGUGAT juga dapat meminta ganti rugi atas tindakan TERGUGAT I berdasarkan Pasal 32 ayat (1) dan (2) PP No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah dimana selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data yang ada disertipikat adalah benar. Dan apabila sertipikat telah dipunyai selama 5 (lima) tahun dan dikuasai oleh pihak yang mempunyai tanda bukti hak sertipikat dan diperoleh dengan itikad baik selama 5 tahun maka pihak yang merasa berhak tidak dapat menggugat hak atas tanah dan apabila ada kesalahan dalam pendaftaran dapat diberikan ganti rugi oleh Pemerintah.

Bahwa hingga sekarang penguasaan atas tanah tersebut hingga tahun 2000 masih dalam kendali Nyonya Oewij Wijen berdasarkan kuitansi penjualan padi 100 kuintal dan palawija 50 kuintal kepada Pasar Lawang Sewu Rp 125.000.000,-, sehingga TURUT TERGUGAT I tidak pernah menguasai lebih dari 5 Tahun, dan yang menguasai tanah selama lebih dari 50 tahun ialah Nyonya Oewij Wijen.

Bahwa sejak bulan Desember 2000 Para Penggugat tidak bisa lagi mengusahakan tanah petuk.

Bahwa pada tahun 2001 Ny. Oewij Wijen dan PARA PENGGUGAT telah mengadakan Perjanjian Jual Beli atas Tanah tersebut, tetapi batal.

Bahwa pembatalan tersebut disebabkan telah terbitnya Sertifikat HGU dengan No.10/SOLO atas nama TURUT TERGUGAT I.

Bahwa dari perbuatan PARA TERGUGAT, Ny. Oewij Wijen dan PARA PENGGUGAT sebagai ahli warisnya yang sah telah dirugikan secara moril dan materiil.

Bahwa kerugian materiil yang dialami oleh Ny. Oewij Wijen atas tindakan PARA TERGUGAT tersebut sebesar Rp. 1.000.000.000,- dengan rincian:
Penjualan padi dan palawija selama 1 tahun Rp. 32.500.000,00
Pengrusakan lahan Rp. 250.000.000,00
Batalnya pembelian atas tanah Rp. 717.500.000,00
___________________+
Total Rp. 1.000.000.000,00
Bahwa sejak tahun 1950 Nyonya Oewij Wijen selalu membayar pajak atas tanah sengketa berdasarkan bukti pembayaran pajak Petuk, Ipeda, dan PBB.

Bahwa Nyonya Oewij Wijen seharusnya mendapat perlindungan dari Pemerintah atas tanah Petuk berdasarkan (S. 1923-425 jo S. 1931-168) dimana Pengenaan pajak dilakukan dengan penerbitan surat pengenaan pajak atas nama pemilik tanah, yang di kalangan rakyat dikenal dengan sebutan : Petuk pajak, Pipil, Girik, Petok dan lain-lainnya. Karena pajak dikenakan pada yang memiliki tanahnya, petuk pajak yang fungsinya sebagai surat pengenaan dan tanda pembayaran pajak, di kalangan rakyat dianggap dan diperlakukan sebagai tanda bukti pemilikan tanah yang bersangkutan. Pengenaan dan penerimaan pembayaran pajaknya oleh Pemerintah pun oleh rakyat diartikan sebagai pengakuan hak pembayar pajak atas tanah yang bersangkutan oleh Pemerintah. Jika ada gangguan pembayar pajak mengharapkan memperoleh perlindungan dari Pemerintah.

Bahwa status tanah dan hubungan hukum wajib pajak dengan tanah yang menjadi obyek pajak merupakan salah satu faktor penentu pengenaan pajaknya.

Bahwa Petuk dapat dijadikan bukti pemilikan hak, apabila didukung dengan bukti-bukti lain baik tulisan maupun kesaksian.

Bahwa setiap orang atau badan yang memperoleh manfaat dari suatu bidang tanah bisa menjadi subyek pajak PBB, termasuk mereka yang menjadi pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. dapat diketahui dari ketentuan pasal 4 ayat (1) Undang-undang No. 12 tahun 1985:
"Yang menjadi subyek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai sesuatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan."

Berdasarkan uraian yang telah diuraikan di atas maka tergugat dengan segala kerendahan hati mohon agar Pengadilan Negeri Surakarta berkenan memutus sebagai berikut :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan (conservatoir beslag) yang dilakukan /diletakkan oleh pengadilan Negri Surakarta atas “Sebidang tanah berikut bangunan serta hasil bumi diatasnya yang terletak di Kelurahan Sewu , kecamatan Jebres, kota Surakarta seluas ± 15.000 meter² dengan batas-batas sebagai berikut :
Utara : Tanah milik Aling
Selatan : Jalan Raya Berem Solo
Barat : Tanah milik Ko Asiong
Timur : Tanah berupa Sawah milik Nyonya Lintang
3. Menyatakan secara hukum PARA TERGUGAT bersalah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Penggugat;
4. Menyatakan secara hukum Petuk C 176 Persil 4 b Blok D III Kecamatan Jebres, Surakarta seluas ± 15.000 meter² yang selama ini dimilikinya dengan batas-batas sebagai berikut:
Utara : Tanah milik Aling
Selatan : Jalan Raya Berem Solo
Barat : Tanah milik Ko Asiong
Timur : Tanah berupa Sawah milik Nyonya Lintang
Adalah sah secara hukum milik Ny. Oewij Wijen.
5. Menghukum Para Tergugat untuk membayar secara sekaligus dan tunai ganti kerugian Ny. Oewij Wijen kepada PARA PENGGUGAT sebagai ahli warisnya yang sah sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
6. Menghukum PARA TERGUGAT untuk membayar biaya-biaya yang ditetapkan sebesar Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) kepada PARA PENGGUGAT secara tunai.
7. Menghukum PARA TERGUGAT dan TURUT TERGUGAT untuk membayar Kerugian immateriil Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah); apabila lalai dikenakan uang paksa sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan;
8. Menghukum PARA TERGUGAT DAN TURUT TERGUGAT untuk tunduk dan patuh terhadap putusan perkara ini;
9. Menyatakan cacat dan tidak sah Sertifikat HGB No. 07/SOLO dan Gambar Situasi No. 192/5952/1982 atas nama Tergugat II ;
10. Menyatakan cacat hukum dan tidak mengikat Akta Perjanjian Hutang No. 940/PH/V/1983 dengan Akta Penjaminan Pelunasan Pembayaran No. 941/JP/V/1983 tertanggal 19 Oktober 1983.
11. Menyatakan putusan perkara ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada perlawanan, banding, kasasi ataupun upaya hukuman lainnya dari para terguggat atau pihak ketiga lainnya (uitvoerbaar bij Vorraad)
12. Menghukum PARA TERGUGAT DAN TURUT TERGUGAT untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini;

Atau apabila Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain, PARA PENGGUGAT mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono);
Hormat Kami ,
Kuasa Hukum Penggugat

Prof. Mr. Fernandes Raja Saor, S.H., LL.M. J.D.

Yomi PYD, S.H., LL.M
Nadya Eva, S.H., LL.M

Dilla Putri Maharani, S.H., LL.M

Primayvira Ribka, S.H., LL.M

Dian Juniar, S.H., LL.M

Corrie Adelina, S.H., LL.M

Lia Trejsnawati, S.H., LL.M

Senin, 24 Januari 2011

Menyusun Surat Gugatan Perdata

Cara Menyusun Surat Gugatan Perdata Di Peradilan Di Negara Indonesia

Pendahuluan
- Setiap orang yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang dianggap merugikan lewat pengadilan.
- Gugatan dapat diajukan secara lisan (ps 118 ayat 1 HIR 142 ayat 1) atau tertulis (ps 120 HIR 144 ayat 1 Rbg) dan bila perlu dapat minta bantuan Ketua Pengadilan Negeri
- Gugatan itu harus diajukan oleh yang berkepentingan
- Tuntutan hak di dalam gugatan harus merupakan tuntutan hak yang ada kepentingan hukumnya, yang dapat dikabulkan apabila kabenarannya dapat dibuktikan dalam sidang pemeriksaan
- Mengenai persyaratan tentang isi daripada gugatan tidak ada ketentuannya, tetapi kita dapat melihat dalam Rv Psl 8 No.3 yang mengharuskan adanya pokok gugatan yang meliputi :
1) Identitas dari pada para pihak
2) Dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan daripada tuntutan. Dalil-dalil ini lebih dikenal dengan istilah fundamentum petendi
3) Tuntutan atau petitum ini harus jelas dan tegas. HIR dan Rbg sendiri hanya mengatur mengenai cara mengajukan gugatan

Identitas Para Pihak
Yang dimaksud dengan identitas adalah cirri-ciri daripada penggugat dan tergugat ialah nama, pekerjaan, tempat tinggal.

Fundamentum Petendi
Fundamentum petendi adalah dalil-dalil posita konkret tentang adanya hubungan yang merupakan dasar serta ulasan daripada tuntutan
1. Fundamentum petendi ini terdiri dari dua bagian :
a. Bagian yang menguraikan tentang kejadian atau peristiwa (feitelijke gronden) dan
b. Bagian yang menguraikan tentang dasar hukumnya (rechtgronden)
2. Uraian tentang kejadian merupakan penjelasan duduknya perkara tetang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yurudis daripada tuntutan
3. Mengenai uraian yuridis tersebut tidak berarti harus menyebutkan peraturan-peraturan hukum yang dijadikan dasar tuntutan melainkan cukup hak atau peristiwa yang harus dibuktikan di dalam persidangan nanti sebagai dasar dari tuntutan, yang member gambaran tentang kejadian materiil yang merupakan dasar tuntutan itu
4. Mengenai seberapa jauh harus dicantumkannya perincian tentang peristiwa yang dijadikan dasar tuntutan ada bebarapa pendapat :
a. Menurut Subtantieringstheori, tidak cukup disebutkan hukum yang menjadi dasar tuntutan saja, tetapi harus disebutkan pula kejadian-kejadian yang nyata yang mendahului peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan itu, dan menjadi sebab timulnya peristiwa hukum tersebut misalnya ; bagi penggugat yang menuntut miliknya, selain menyebutkan bahwa sebagai pemilik, ia juga harus menyebutkan asal-asul pemilik itu.
b. Menurut individualiseringtheori sudah cukup dengan disebutkannya kajadian-kejadian yang dicantumkan dalam gugatan yang sudah dapat menunjukan adanya hubungan hukum yang menjadi dasar tuntutan. Dasar atau sejarah terjadinya hubungan tersebut tidak perlu dijelaskan, karena hal tersebut dapat dikemukakan didalam sidang-sidang yang akan datang dengan disertai pembuktian.
c. Menurut putusan Mhkamah agung sudah cukup dengan disebutkannya perumusan kejadian materiil secara singkat.

Petitum atau Tuntutan
1. Petitum atau Tuntutan adalah apa yang dimintakan atau diharapkan penggugat agar diputuskan oleh hakim. Jadi tuntutan itu akan terjawab didalam amar atau diktum putusan. Oleh karenanya petitum harus dirumuskan secara jelas dan tegas
2. Tuntutan yang tidak jelas atau tidak sempurna dapat barakibat tidak diterimanya tuntutan tersebut. Demikian pula gugatan yang berisi pernyataan-pernyataan yang bertentangan satu sama lain disebut abscuur libel ( guagatan yang tidak jelas dan tidak dapat dijawab dengan mudah oleh pihak oleh pihak tergugat sehungga menyebabkan ditolaknya gugatan) berakibat tidak diterimanya gugatan tersebut.
3. Sebuah tuntutan dapat dibagi 3 (tiga) ialah :
a. Tuntutan primer atau tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan pokok perkara.
b. Tuntutan tambahan, bukan tuntutan pokok tetapi masih ada hubungannya dengan pokok perkara.
c. Tuntutan subsidiair atau pengganti.
4. Meskipun tidak selalu tapi seringkali di samping tuntutan pokok masih diajukan tuntutan tamabahan yang merupakan pelengkap daripada tuntutan pokok.
5. Biasanya sebagai tututan tambahan berwujud :
a. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara.
b. Tuntutan “uivoerbaar bij voorraad” yaitu tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan lebih dulu meskipun ada perlawanan, banding atau kasasi. Didalam praktik permohonan uivoerbaar bij voorraad sering dikabulkan. Namun demikian Mahkamah Agung mengintruksikan agar hakim jangan secara mudah memberikan putusan uivoerbaar bij voorraad.
c. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar bunga (moratoir) apabila tuntutan yang demikian oleh penggugat berupa sejumlah uang tertentu.
d. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk mambayar uang paksa (dwangsom), apabila hukuman itu tidak berupa pembayaran sejumlah uang selama ia tidak memenuhi isi putusan
e. Dalam hal gugat cerai sering disertai juga dengan tuntutan nafka bagi istri atau pembagian harta.
6. Mengenai tuntutan subsidiair selalu diajukan sebagai pengganti apabila hakim berpendapat lain. Biasanya tuntutan subsidiair itu berbunyi “ agar hakim mengadili menurut keadilan yang benar” atau “ mohon putusan yang seadil-adilnya” (aequo et bono)
Jadi tujuan daripada tuntutan subsidiair adalah agar apabila tuntutan primer ditolak masih ada kemungkinan dikabulkannya gugatan yang didasarkan atas kebebesan hakim serta keadilan.
7. Didalam berpekara di Pengadilan kita mengenal gugatan biasa/ pada umumnya dan gugatan yang bersifat referte.
8. Sebuah gugatan dapat dicabut selama putusan pengadilan belum dijatuhkan dengan catatan :
a. Apabila gugatan belum sampai dijawab oleh tergugat, maka penggugat dapat langsung mengajukan pencabutan gugatan.
b. Apabila pihak tergugat sudah memberikan jawaban maka pencabutan gugatan dapat dilaksanakan apabila ada persetujuan dari tergugat.